Bagi yang ingin mengetahui kelanjutan dari artikel terdahulu (Part 1) silakan baca kelanjutannya di sini..
KARENA FAKTOR LIPPI
Sukses Juventus di tahun itu tak lepas dari kehadiran pelatih berbakat, Marcelo lippi. Didatangkan pada 1994, Lippi mampu melakukan pembangunan tim yang sangat meyakinkan. Padahal, sebelumnya Juve telah melepas Roberto Baggio yang dinilai para Juventini sebagai blunder. Tapi tidak bagi Lippi. Bagi penggemar cerutu ini, cara bermain dan strategi yang tepat lebih penting daripada mengandalkan satu atau dua pemain bintang. Kelebihan yang cukup menonjol dari Lippi adalah kemampuannya memompa semangat pemain. Dia juga dikenal menghormati pemain, selain dia sendiri punya karisma cukup besar di mata para pemainnya.
Di segi teknik, Lippi pintar dan cepat membaca kelebihan dan kekurangan pemain. Itu terlihat kala final Liga Champions 1995-96. Banyak pihak memfavoritkan Ajax sebagai juara bertahan untuk juara lagi. Apalagi, Ajax punya pertahanan yang bagus dan serangan yang tajam. Selama di Liga Champions, tim asuhan Louis van Gaal itu tidak kalah dalam 18 partai dan baru kemasukan 2 gol. "Lippi bukan pelatih sembarangan. Sebelum menangani Juventus, dia telah membuktikan bakatnya dengan membawa Napoli ke Piala UEFA. Dia nyaris dianggap pahlawan seperti Maradona, karena perannya sangat menentukan. Napoli waktu itu tidak dipenuhi bintang besar," jelas Presiden Juventus waktu itu, Vitorio Chuisano.
Kelebihan Ajax itu langsung diladeni serangan cepat oleh Lippi. Sukses. Pada menit ke-11, Fabrizio Ravanelli sudah membobol gawang Edwin van der Sar. Ajax butuh 30 menit untuk menyamakan kedudukan. Sepanjang pertandingan Ajax hampir mendominasi, tapi Lippi menyimpan strategi di akhir pertandingan. Waktu tinggal 15 menit, strategi menyerang kembali diterapkan. Nyaris sukses. Hampir lima peluang tercipta lewat Gianluca Vialli, Didier Deschamps, Alex Del Piero, Ravanelli dan Michele Padovano. Kemampuan Lippi dalam meracik strategi itu berlanjut di kompetisi lain. Dia kembali membuktikan sebagai peltih brilian kala membawa Juventus tampil di Piala Super Italia 1996, kemudian menghadapi River Plate di Piala Interkontinental.
Kala itu, Juve juga sempat keteteran. Namun, strategi gebrakan akhir memberi hasil memuaskan. Del Piero mencetal satu-satunya gol kemenangan pada menit ke-18. Sekaligus melengkapi kejayaan Juve. Kegagalan mempertahankan scudetto di musim 1995-96 tak terlalu mengecewakan. Juventus mampu mengganti dengan berbagai gelar bergengsi. Si Nyonya Tua hanya menjadi tebraik di Eropa, tapi juga dunia. Tak heran jika sukses di era itu benar-benar disyukuri I Bianconeri. Bahkan, era keemasan yang selalu dirindukan.
Sumber :
- Tabloid Soccer
Tidak ada komentar:
Posting Komentar